TB PARU
TUGAS EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN-B
“PENYELIDIKAN KLB PADA PENYAKIT TB PARU”
OLEH:
KELAS 2.2
KELOMPOK 2
KELOMPOK 2
HERMON
TRIMAR CEMERLANG GEA
ASTRI DESMARNI
FAHDELLA ASTARI
ISMIKE SUCI
RAHMI SAFITRIANI
RIZKY MUSTIKA JULIANI
TRI AULIANA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini, penulis membahas materi tentang “Penyelidikan
KLB pada Penyakit Tb Paru ”.
Makalah
ini dibuat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Epidemiologi
Lingkungan-B.
Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang
ikut membantu dalam penyesaian makalah ini.
Padang, Maret 2015
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang..................................................................................................... 1
1.2
Tujuan Penulisan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian TB Paru.............................................................................................. 3
2.2 Faktor
yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru.................................................... 3
2.3 Masa
Inkubasi TB Paru........................................................................................ 9
2.4 Penularan TB Paru............................................................................................... 9
2.5 Gejala TB Paru .................................................................................................... 11
2.6 Penyelidikan
Epidemiologi TB Paru ................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................... 13
3.2
Saran.................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah
satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah
terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan
salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta
kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara
telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia
sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35% dari semua
kasus tuberkulosis.
Laporan WHO (global reports 2010),
menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4
juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan
pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per
kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta
sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari
peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan
jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus
adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain
itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB.
Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas
penting.
1.2
Tujuan
penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.
Untuk pemenuhan tugas mata kuliah
Epidemiologi Lingkungan-B
b.
Untuk mengetahui pengertian TB paru
c.
Untuk mengetahui masa inkubasi TB paru
d.
Untuk mengetahui penularan TB paru
e.
Untuk mengetahui gejala TB paru
f.
Untuk mengetahui Faktor yang
mempengaruhi Kejadian TB Paru
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
TB Paru
Tuberculosis
(TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapt juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
TB Paru adalah infeksi
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil
tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004).
Menurut Miller bahwa: “Kuman ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang
Tahan Asam (BTA).
2.2
Faktor
yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru
Teori John
Gordon mengemukakan bahawa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu agent, pejamu (host), dan lingkungan (environment)
(Soemitrat, 2010)
a.
Agent
Agent adalah faktor esensial yang
harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak
hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah yang
berlebihan atau kurang merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya
penyakit (Soemitrat, 2010)
Agent yang mempengaruhi terjadinya
penyakit TB paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas
adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah. Infektifitas
adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak di
dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru
termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi
host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk
tingkat tinggi.
b.
Host
Host atau pejamu adalah manusia
atau hewan hidup, termasuk burung dan arhtropoda yang dapat memberikan tempat
tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman
Mycobacterium teberculosis, kuman ini menular melalui droplet nuclei. Seorang
penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru
adalah manusia dan hewan. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan
penyakit TB paru adalah:
1. Jenis
kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa laki-laki sering terkena TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi
karena laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan
sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
2. Umur
Di Indonesia diperkirakan 755
penderita TB paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Kemenkes
RI, 2010). Karena pada usia tersebut selalu dibarengi dengan aktivitas yang
meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan yang banyak
pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
3. Kondisi
Sosial Ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita
TB paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin
(dalam Fatimah, 2008)
Penurunan pendapat dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan
sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka
akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena
infeksi TB paru.
4. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam,
yaitu: kekebalan alamiah dan kekebalan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan
apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh
membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang
diberi vaksin BCG (Bacillis Celmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah
maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.
5. Status
Gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi
yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga
tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila
keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini,
karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat
meningkatkan risiko tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).
c.
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada di luar dari host, baik benda tidak hidup, benda hidup, nyata atau
abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen
tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010).
Faktor lingkungan memegang peranan
penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya.
Syarat fisik rumah:
1. Ventilasi
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai
berikut:
a. Luas lubang
ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang
ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
b. Udara yang
masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot
kendaraan, debu dan lain‐lain.
c. Aliran udara
diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan
antar dua dinding. Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah.
2. Kelembaban
rumah (40%-70%)
Secara umum penilaian kelembaban
dalam rumah menggunakan hygrometer minimal 40-70%. Bila kondidi suhu ruangan
tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat
bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya bila kondisinya terlalu
dingin akan tidak menyenangkan, pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan
alergi.
Hal ini harus diperhatikan karena
kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara, selain itu
kelembaban yang tinggi menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering,
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang
meningkat merupakan media yang baik untuk kuman-kuman termasuk tuberkulosis.
3. Pencahayaan
Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Cahaya
Alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat
penting, karena dapat membunuh bakteri‐bakteri
patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena
itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup
(jendela), luasnya sekurang‐kurangnya 15
% ‐ 20 %. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat
langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela
disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu
jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
b. Cahaya
Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber
cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain‐lain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari
terangnya sumber cahaya (brightness of the source).
Secara umum pengukuran pencahayaan
terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter, yang diukur
ditengah‐tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84 cm dari
lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 50 lux atau
> 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50‐300lux.
Menurut Lubis dan Notoatmodjo
(2008), cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama kuman
mycobacterium tuberculosa. Menurut Depkes RI (2004), kuman tuberkulosa hanya
dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar
pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadp kejadian tuberkulosis.
Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2003), kuman tuberkulosis dapat bertahan
hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun‐tahun lamanua, dan mati bila terkena sinar matahari,
sabun, lisol, karbol dan panas api. Menurut Girsang (2006),
4. Kepadatan
penghuni rumah
Kepadatan penghuni adalah
perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu
rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa
dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif,
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.
Secara umum penilaian kepadatan
penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni
yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai
dengan jumlah penghuni > 10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat
kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni
>10 m²/orang.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah
tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded).
Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen,
juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama
tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Menurut penelitian Atmosukarto dari
Litbang Kesehtan (2000), didapatkan data bahwa :
a.
Rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur
dengan balita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur
terpisah
b.
Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita
cukup tinggi, dimana seorang penderita rata‐rata dapat
menularkan kepada 2‐3orang di
dalam rumahnya
c.
Besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan
penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya
1 orang penderita TB.
5. Lantai
rumah
lantai rumah merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit TBC. Lantai tanah memiliki peran terjadinya penyakit TBC melalui
kelembapan ruangan. Lantai perlu dilapisi dengan semen yang kedap air agar
ruangan tidak lembab. Lantai yang lembab dapat memperpanjang masa viabilitas
atau daya tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan.
2.3
Masa Inkubasi TB Paru
Masa inkubasi
mikobacterium tuberculosa sejak masuk sampai terjadinya lesi primer, umumnya
memerlukan waktu empat sampai enam minggu. Interval antara infeksi primer dan
reinfeksi bisa beberapa tahun.
2.4
Penularan
TB Paru
Sumber penularan
TB paru adalah penderita TB paru BTA positif. Penularan terjadi pada waktu
penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam pernapasan. Setelah kuman TB
paru masuk ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. (Depkes RI, 2002)
Daya penularan
dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif maka penderita
tersebut tidak menularkan. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Riwayat terjadinya TB
paru dibedakan menjadi 2 (Dep.Kes, 2003) :
a.
Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang
terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat
kecil, sehingga dapat melewati mukosilier bronkus, dan terus berjalan hingga
sampai di alveolus, menurut dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
Paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut komplek primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6
minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau
dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB Paru. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
b.
Infeksi pasca primer (Post Primary TB)
TB Paru pasca primer biasanya terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya
tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas
dari TB Paru pasca primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura. Tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50 % dari
penderita TB Paru akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan
tubuh tinggi dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular.
2.5
Gejala
TB Paru
a.
Gejala umum: batuk terus menerus dan
berdahak selama tiga minggu atau lebih.
b.
Gejala lainnya:
1.
Batuk bercampur darah
2.
Sesak napas dan nyeri dada
3.
Badan lemah
4.
Nafsu makan berkurang
5.
Berat badan turun
6.
Rasa kurang enak bada (lemas)
7.
Demam meriang berkepanjangan
8.
Berkeringatan di malam hari walaupun
tidak melakukan kegiatan.
(Depkes
RI, 2010)
2.6
Penyelidikan Epidemiologi TB Paru
Epidemiologi penyakit TB Paru
adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara kuman (agent) Mycrobacterium
tuberculosis, manusia (host) dan lingkungan (envirotment). Disamping itu
mencakup distribusi dari penyakit,
perkembangan, dan penyebaran, termasul didalamnya juga prevalensi dan
insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.
Penyelidikan
epidemiologi TB Paru adalah dengan pencarian/ penemuan penderita tersangka TB
Paru secara aktif dan pasif. Apakah penyakit TB Paru termasuk Kejadian Luar
Biasa (KLB) di daerah itu merupakan suatu wabah yang dianggap sebagai KLB
dimana sebagian daerah itu terkena TB Paru. Kemudian membandingkan dengan
insiden penyakit TB paru itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.
Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu,
tempat dan orang. Selanjutnya kapan penderita mulai merasa sakit TB paru
, dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena
(baik dari segi usia, jenis kelamin). Pemeriksaan sampel darah dan dahak
penderita dengan mengambil sampel dan uji laboratorium. Kegiatan ini
bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita TB paru. Wawancara
dengan penderita bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penyakit TB paru, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi
tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.
Pemeriksaan lingkungan dilakukan dengan tujuan agar bakteri penyebab TB paru
tidak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan itu.
Tindak
Lanjut Hasil Penyelidikan Epidemiologi :
Apabila
ternyata dalam satu rumah itu ada 2-3 orang yang terkena dan bahkan di rumah
yang lain (di daerah Y) juga ada yang sudah terkena, berarti ada kemungkinan
sudah terjadi penularan ke luar rumah. Kemudian, selidiki terlebih dahulu,
penderita lain yang tertular itu, sakit sejak kapan mulai tertular atau
memiliki selisih berapa hari dengan si penderita awal, mengapa bisa tertular,
Apabila belum ada yang tertular, diberikan penyuluhan untuk langkah-langkah
pencegahan yang strategis dan tepat. Pemeriksaan ulang dilakukan setelah
pengobatan awal bulan ke 4 dan selesai pengobatan awal bulan ke 6. Pemeriksaan
ulang dahak dilakukan dua kali seminggu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
TB Paru adalah infeksi
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil
tahan asam yang ditularkan melalui udara. Epidemiologi penyakit
TB Paru adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara kuman (agent)
Mycrobacterium tuberculosis, manusia (host) dan lingkungan (envirotment). Sumber
penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA positif. Penularan terjadi pada
waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri
ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
3.2
Saran
Diharapkan
dengan adanya makalah dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis, serta ini lebih
menambah pengetahuan kita tentang penyakit TB paru.
DAFTAR PUSTAKA
Redita.rizky.2010.epidemiologi
TB paru.http://redhitarizky.blogspot.com/2010/11/penyelidikan-epidemiologi-pe-terhadap.html
diakse pada Senin 23 Maret 2015
http://surveilansepidfkmunsri.blogspot.com/2013/11/survailens-epidemiologi-penyakit-tbc.html,
diakses pada Senin 23 Maret 2015
Basith.abdul.2012.Penyakit TBC. http://abdulbasithalzufri.blogspot.com/2012/11/penyakit-tbctuberculosis.html
diakses pada Senin 23 Maret 2015
Komentar
Posting Komentar