TB PARU



TUGAS EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN-B
“PENYELIDIKAN KLB PADA PENYAKIT TB PARU”



OLEH:
KELAS 2.2
KELOMPOK 2
HERMON
TRIMAR CEMERLANG GEA
ASTRI DESMARNI
FAHDELLA ASTARI
ISMIKE SUCI
RAHMI SAFITRIANI
RIZKY MUSTIKA JULIANI
TRI AULIANA





POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, penulis membahas materi tentang Penyelidikan KLB pada Penyakit Tb Paru ”.
Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Epidemiologi Lingkungan-B.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang ikut membantu dalam penyesaian makalah ini.


                                                                                                                                                                                                            Padang,   Maret 2015

                                                                                                                                                                                                                   Kelompok II



                                                                                                                                                                                                                 



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI                                                                                                             ........... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian TB Paru.............................................................................................. 3
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tb Paru.................................................... 3
2.3 Masa Inkubasi TB Paru........................................................................................ 9
2.4 Penularan TB Paru............................................................................................... 9
2.5 Gejala TB Paru .................................................................................................... 11
2.6 Penyelidikan Epidemiologi TB Paru ................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 13
3.2 Saran.................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis.
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting.

1.2         Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.         Untuk pemenuhan tugas mata kuliah Epidemiologi Lingkungan-B
b.        Untuk mengetahui pengertian TB paru
c.         Untuk mengetahui masa inkubasi TB paru
d.        Untuk mengetahui penularan TB paru
e.         Untuk mengetahui gejala TB paru
f.         Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Kejadian TB Paru



























BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian TB Paru
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapt juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
TB Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004).
Menurut Miller bahwa: “Kuman ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).

2.2         Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru
Teori John Gordon mengemukakan bahawa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu agent, pejamu (host), dan lingkungan (environment) (Soemitrat, 2010)
a.         Agent
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebihan atau kurang merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit (Soemitrat, 2010)
Agent yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.

b.        Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arhtropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium teberculosis, kuman ini menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit TB paru adalah:
1.      Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki sering terkena TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
2.      Umur
Di Indonesia diperkirakan 755 penderita TB paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Kemenkes RI, 2010). Karena pada usia tersebut selalu dibarengi dengan aktivitas yang meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan yang banyak pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
3.      Kondisi Sosial Ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita TB paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (dalam Fatimah, 2008)
Penurunan pendapat dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB paru.
4.      Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu: kekebalan alamiah dan kekebalan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG (Bacillis Celmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.
5.      Status Gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).

c.         Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host, baik benda tidak hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010).
Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.
Syarat fisik rumah:
1.      Ventilasi
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
a.       Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
b.      Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lainlain.
c.       Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah.

2.      Kelembaban rumah (40%-70%)
Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah menggunakan hygrometer minimal 40-70%. Bila kondidi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan, pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi.
Hal ini harus diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara, selain itu kelembaban yang tinggi menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering, sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk kuman-kuman termasuk tuberkulosis.

3.      Pencahayaan
Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a.       Cahaya Alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteribakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurangkurangnya 15 % 20 %. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
b.      Cahaya Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lainlain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (brightness of the source).

Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter, yang diukur ditengahtengah ruangan, pada tempat setinggi < 84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 50 lux atau > 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50300lux.
Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2008), cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosa. Menurut Depkes RI (2004), kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadp kejadian tuberkulosis. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2003), kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahuntahun lamanua, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Menurut Girsang (2006),

4.      Kepadatan penghuni rumah
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia.
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni > 10 m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni >10 m²/orang.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehtan (2000), didapatkan data bahwa :
a.         Rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur terpisah
b.        Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita ratarata dapat menularkan kepada 23orang di dalam rumahnya
c.         Besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita TB.

5.      Lantai rumah
lantai rumah merupakan faktor resiko terjadinya penyakit TBC. Lantai tanah memiliki peran terjadinya penyakit TBC melalui kelembapan ruangan. Lantai perlu dilapisi dengan semen yang kedap air agar ruangan tidak lembab. Lantai yang lembab dapat memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan.

2.3         Masa Inkubasi TB Paru
Masa inkubasi mikobacterium tuberculosa sejak masuk sampai terjadinya lesi primer, umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu. Interval antara infeksi primer dan reinfeksi bisa beberapa tahun.

2.4         Penularan TB Paru
Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA positif. Penularan terjadi pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam pernapasan. Setelah kuman TB paru masuk ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. (Depkes RI, 2002)
Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita TB paru tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif maka penderita tersebut tidak menularkan. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Riwayat terjadinya TB paru dibedakan menjadi 2 (Dep.Kes, 2003) :
a.         Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru. Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, sehingga dapat melewati mukosilier bronkus, dan terus berjalan hingga sampai di alveolus, menurut dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB Paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. 
b.        Infeksi pasca primer (Post Primary TB)
TB Paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB Paru pasca primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50 % dari penderita TB Paru akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular.

2.5         Gejala TB Paru
a.         Gejala umum: batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
b.        Gejala lainnya:
1.         Batuk bercampur darah
2.         Sesak napas dan nyeri dada
3.         Badan lemah
4.         Nafsu makan berkurang
5.         Berat badan turun
6.         Rasa kurang enak bada (lemas)
7.         Demam meriang berkepanjangan
8.         Berkeringatan di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan.
(Depkes RI, 2010)

2.6         Penyelidikan Epidemiologi TB Paru
Epidemiologi penyakit TB Paru adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara kuman (agent) Mycrobacterium tuberculosis, manusia (host) dan lingkungan (envirotment). Disamping itu mencakup distribusi dari penyakit,  perkembangan, dan penyebaran, termasul didalamnya juga prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.
Penyelidikan epidemiologi TB Paru adalah dengan pencarian/ penemuan penderita tersangka TB Paru secara aktif dan pasif. Apakah penyakit TB Paru termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu merupakan suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana sebagian daerah itu terkena TB Paru. Kemudian membandingkan dengan insiden penyakit TB paru itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya. Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Selanjutnya  kapan penderita mulai merasa sakit TB paru , dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (baik dari segi usia, jenis kelamin). Pemeriksaan sampel darah dan dahak penderita  dengan mengambil sampel dan uji laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita TB paru. Wawancara dengan penderita bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit TB paru, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit. Pemeriksaan lingkungan dilakukan dengan tujuan agar bakteri penyebab TB paru tidak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan itu.
Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Epidemiologi :
Apabila ternyata dalam satu rumah itu ada 2-3 orang yang terkena dan bahkan di rumah yang lain (di daerah Y) juga ada yang sudah terkena, berarti ada kemungkinan sudah terjadi penularan ke luar rumah. Kemudian, selidiki terlebih dahulu, penderita lain yang tertular itu, sakit sejak kapan mulai tertular atau memiliki selisih berapa hari dengan si penderita awal, mengapa bisa tertular, Apabila belum ada yang tertular, diberikan penyuluhan untuk langkah-langkah pencegahan yang strategis dan tepat. Pemeriksaan ulang dilakukan setelah pengobatan awal bulan ke 4 dan selesai pengobatan awal bulan ke 6. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan dua kali seminggu.














BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
TB Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara. Epidemiologi penyakit TB Paru adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara kuman (agent) Mycrobacterium tuberculosis, manusia (host) dan lingkungan (envirotment). Sumber penularan TB paru adalah penderita TB paru BTA positif. Penularan terjadi pada waktu penderita TB paru batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
3.2     Saran
Diharapkan dengan adanya makalah dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis, serta ini lebih menambah pengetahuan kita tentang penyakit TB paru.
















DAFTAR PUSTAKA

Redita.rizky.2010.epidemiologi TB paru.http://redhitarizky.blogspot.com/2010/11/penyelidikan-epidemiologi-pe-terhadap.html diakse pada Senin 23 Maret 2015


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

activated sludge

laporan praktikum uji bio-assay

pengolahan limbah cair dengan sistem weatland